Sebagian orang mengejar kebahagiaan pada diri wanita cantik. Dia
menyangka setelah mengawini seorang wanita cantik, maka dia akan
bahagia. Tapi, tak lama kemudian, bahtera rumah tangganya kandas. Di
depan sorot kamera, tampak mempelai begitu bahagia, bersanding wanita
cantik. Namun, kecantikan sering menjadi fitnah dan kemudian membawa
bencana. Pujian yang bertabur dari umat manusia tak membuatnya bahagia.
Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta, pada kekuasaan. Beragam cara
dia lakukan untuk merebut kekuasaan. Sebab, kekuasaan memang sebuah
kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan seseorang dapat berbuat
banyak. Tapi, betapa banyak manusia yang justru hidup merana dalam
kegemilangan kekuasaan. Dia sama sekali tidak merasakan kebahagiaan,
setelah kuasa di tangan. Sebelum memegang kuasa, senyuman sering
menghiasai bibirnya. Namun, setelah kuasa di dalam genggaman, kesulitan
dan keresahan justru menerpanya, tanpa henti.
Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan!
Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan!
Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan!
Orang biasa menyangka bahagia terletak pada kepopuleran!
Dan sangkaan-sangkaan lain...
Selama ribuan tahun, para ahli pikir, telah sibuk membincang tentang
kebahagiaan. Kamus The Oxford English Dictionary (1963) mendefinisikan
”happiness” sebagai: ”Good fortune or luck in life or in particular
affair; success, prosperity.” Jadi, dalam pandangan ini, kebahagiaan
adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersifat kondisional.
Kebahagiaan bersifat sangat temporal. Jika dia sedang berjaya, maka di
situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan.
Maka, menurut pandangan ini, tidak ada kebahagiaan yang abadi, yang
tetap dalam jiwa manusia. Kebahagiaan itu sifatnya sesaat, tergantung
kondisi eksternal manusia.
Menurut al-Ghazali, puncak
kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai
”ma’rifatullah”, telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali
menyatakan:
”..Seorang hamba rakyat akan sangat gembira kalau
dia dapat berkenalan dengan wazir; kegembiraan itu naik berlipat-ganda
kalau dia dapat berkenalan pula dengan raja. Tentu saja berkenalan
dengan Allah, adalah puncak dari segala macam kegem.biraan, lebih dari
apa yang dapat dikira-kirakan oleh manusia, sebab tidak ada yang maujud
ini yang lebih dari kemuliaan Allah... Oleh sebab itu tidak ada ma’rifat
yang lebih lezat daripada ma’rifatullah.”
Ma’rifatullah adalah
buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan,
bahwa ”Tiada Tuhan selain Allah” (Laa ilaaha illallah). Untuk itulah,
untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah.
Caranya, dengan mengenal ”ayat-ayat-Nya”, baik ayat kauniyah maupun
ayat qauliyah. Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan
manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomana alam semesta,
termasuk memikirkan dirinya sendiri. Alam semesta ini adalah ”ayat”,
tanda-tanda, untuk mengenal Sang Khaliq. Maka, celakalah orang yang
tidak mau berpikir tentang alam semesta.
Sebagai orang Muslim,
kita tentu mendambakan hidup bahagia semacam itu; hidup dalam keyakinan;
mulai dengan mengenal Allah dan ridha menerima keputusan-keputusan-Nya,
serta ikhlas menjalankan aturan-aturan-Nya. Kita ingin, bahwa kita
merasa bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia menunaikan zakat,
kita bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain, dan kita pun
bahagia menjalankan tugas amar ma’ruf nahi munkar.
Mudah-mudahan, Allah mengaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada
sebuah sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Amin
RonnySpy
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.
0 komentar:
Posting Komentar