KUNCI KEKAYAAN HIDUP
Banyak orang kaya yang merasa seolah-olah menguasai harta, padahal
dialah yang dikuasai harta. Orang yang menjadikan harta sebagai tujuan
dan melakukan segala cara untuk mendapatkannya adalah orang yang telah
diperbudak oleh harta dan kesenangan dunia. Rasa berkecukupanlah yang
membuat orang bisa berdaya memberi dan berbagi. Sebaliknya, seseorang
yang secara materi kaya, tetapi mentalnya masih berkekurangan dan tamak,
tak akan mampu mengeluarkan hartanya di jalan Allah Ta’ala. Ia malah
ingin menyimpan sebanyak-banyaknya lagi. Mengambil dan mengambil. Orang
demikian telah diperalat oleh hartanya.
Seorang yang
bertauhid, hanya menjadi hamba Allah Ta’ala, bukan hamba selain-Nya. Ia
hanya rela dikuasai oleh Allah Ta’ala, bukan selain-Nya.
Orang seperti Abdurrahman bin Auf mampu memberikan hartanya sampai
sekian banyak bukan karena ia kaya raya, tetapi karena ia mampu
menguasai hartanya
Dia pernah menyedekahkan 700 ekor unta beserta
muatannya berupa kebutuhan pokok dan barang perniagaan kepada kaum
Muslim. Ia juga pernah membeli tanah senilai 40 ribu dinar atau setara
Rp 55 miliar untuk dibagi-bagikan kepada para istri Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam dan fakir miskin. Ia juga pernah menginvestasikan tak
kurang 500 ekor kuda perang dan 1.500 ekor unta untuk jihad fi
sabilillah.
Ketika wafat ia pun masih sempat mewasiatkan 50
ribu dinar untuk diberikan kepada veteran perang Badar. Masing-masing
pahlawan mendapat jatah 400 dinar atau setara Rp 560 juta.
Tidak semestinya kelebihan harta menghalangi kita untuk meraih ridha
Allah Ta’ala. Harta yang dicari dengan jalan tidak halal jelas hanya
akan mempersulit perjalanan menuju Allah Ta’ala. Harta yang dicari
dengan jalan halal tetapi belum digunakan di jalan Allah, juga masih
belum bernilai di sisi-Nya.
Harta yang telah disedekahkan di jalan
Allah Ta’ala, itulah investasi abadi yang akan dilipatgandakan
balasannya oleh Allah Ta’ala. Sementara harta yang tersimpan, saat maut
menjemput, pasti akan kita tinggalkan di dunia ini. Hanya amal yang akan
menyertai kita menghadap Allah Ta’ala kelak.
Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam berdabda, ”Ada tiga perkara yang mengikuti
mayit sesudah wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya, dan amalnya. Yang
dua kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah
keluarga dan hartanya, sedangkan yang tinggal bersamanya adalah
amalnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
KUNCI KEKAYAAN HIDUP |
Banyak orang kaya yang merasa seolah-olah menguasai harta, padahal
dialah yang dikuasai harta. Orang yang menjadikan harta sebagai tujuan
dan melakukan segala cara untuk mendapatkannya adalah orang yang telah
diperbudak oleh harta dan kesenangan dunia. Rasa berkecukupanlah yang
membuat orang bisa berdaya memberi dan berbagi. Sebaliknya, seseorang
yang secara materi kaya, tetapi mentalnya masih berkekurangan dan tamak,
tak akan mampu mengeluarkan hartanya di jalan Allah Ta’ala. Ia malah
ingin menyimpan sebanyak-banyaknya lagi. Mengambil dan mengambil. Orang
demikian telah diperalat oleh hartanya.
Seorang yang bertauhid, hanya menjadi hamba Allah Ta’ala, bukan hamba selain-Nya. Ia hanya rela dikuasai oleh Allah Ta’ala, bukan selain-Nya.
Orang seperti Abdurrahman bin Auf mampu memberikan hartanya sampai sekian banyak bukan karena ia kaya raya, tetapi karena ia mampu menguasai hartanya
Dia pernah menyedekahkan 700 ekor unta beserta muatannya berupa kebutuhan pokok dan barang perniagaan kepada kaum Muslim. Ia juga pernah membeli tanah senilai 40 ribu dinar atau setara Rp 55 miliar untuk dibagi-bagikan kepada para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan fakir miskin. Ia juga pernah menginvestasikan tak kurang 500 ekor kuda perang dan 1.500 ekor unta untuk jihad fi sabilillah.
Ketika wafat ia pun masih sempat mewasiatkan 50 ribu dinar untuk diberikan kepada veteran perang Badar. Masing-masing pahlawan mendapat jatah 400 dinar atau setara Rp 560 juta.
Tidak semestinya kelebihan harta menghalangi kita untuk meraih ridha Allah Ta’ala. Harta yang dicari dengan jalan tidak halal jelas hanya akan mempersulit perjalanan menuju Allah Ta’ala. Harta yang dicari dengan jalan halal tetapi belum digunakan di jalan Allah, juga masih belum bernilai di sisi-Nya.
Harta yang telah disedekahkan di jalan Allah Ta’ala, itulah investasi abadi yang akan dilipatgandakan balasannya oleh Allah Ta’ala. Sementara harta yang tersimpan, saat maut menjemput, pasti akan kita tinggalkan di dunia ini. Hanya amal yang akan menyertai kita menghadap Allah Ta’ala kelak.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdabda, ”Ada tiga perkara yang mengikuti mayit sesudah wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya, dan amalnya. Yang dua kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Seorang yang bertauhid, hanya menjadi hamba Allah Ta’ala, bukan hamba selain-Nya. Ia hanya rela dikuasai oleh Allah Ta’ala, bukan selain-Nya.
Orang seperti Abdurrahman bin Auf mampu memberikan hartanya sampai sekian banyak bukan karena ia kaya raya, tetapi karena ia mampu menguasai hartanya
Dia pernah menyedekahkan 700 ekor unta beserta muatannya berupa kebutuhan pokok dan barang perniagaan kepada kaum Muslim. Ia juga pernah membeli tanah senilai 40 ribu dinar atau setara Rp 55 miliar untuk dibagi-bagikan kepada para istri Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan fakir miskin. Ia juga pernah menginvestasikan tak kurang 500 ekor kuda perang dan 1.500 ekor unta untuk jihad fi sabilillah.
Ketika wafat ia pun masih sempat mewasiatkan 50 ribu dinar untuk diberikan kepada veteran perang Badar. Masing-masing pahlawan mendapat jatah 400 dinar atau setara Rp 560 juta.
Tidak semestinya kelebihan harta menghalangi kita untuk meraih ridha Allah Ta’ala. Harta yang dicari dengan jalan tidak halal jelas hanya akan mempersulit perjalanan menuju Allah Ta’ala. Harta yang dicari dengan jalan halal tetapi belum digunakan di jalan Allah, juga masih belum bernilai di sisi-Nya.
Harta yang telah disedekahkan di jalan Allah Ta’ala, itulah investasi abadi yang akan dilipatgandakan balasannya oleh Allah Ta’ala. Sementara harta yang tersimpan, saat maut menjemput, pasti akan kita tinggalkan di dunia ini. Hanya amal yang akan menyertai kita menghadap Allah Ta’ala kelak.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam berdabda, ”Ada tiga perkara yang mengikuti mayit sesudah wafatnya, yaitu keluarganya, hartanya, dan amalnya. Yang dua kembali dan yang satu tinggal bersamanya. Yang pulang kembali adalah keluarga dan hartanya, sedangkan yang tinggal bersamanya adalah amalnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
RonnySpy
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.
0 komentar:
Posting Komentar