| JANGAN MENYERAH |
Dunia
adalah negeri ujian. Allah Azza wa Jalla menghendaki keadaan manusia
berbeda-beda sebagai ujian. Ada orang Mukmin dan kafir, orang sehat dan
sakit, orang kaya dan miskin, dan seterusnya. Makna semua ini, bahwa
seseorang itu diuji dengan orang yang tidak seperti dia. Seorang yang
kaya contohnya, dia diuji dengan keberadaan orang miskin. Sepantasnya
orang kaya tersebut membantunya dan tidak menghinanya. Sebaliknya si
miskin juga diuji dengan keberadaan si kaya. Sepantasnya dia tidak hasad
terhadap si kaya dan tidak mengambil hartanya dengan tanpa hak. Dan
masing-masing berkewajiban meniti jalan kebenaran.
Jika kita
melihat keadaan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarganya, maka
kita akan takjub dengan kesabaran mereka menghadapi kesusahan hidup di
dunia ini. Memang mereka layak dijadikan panutan. Ibnu Abbâs
Radhiyallahu anhuma berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَبِيتُ اللَّيَالِيْ الْمُتَتَابِعَةَ
طَاوِيًا وَأَهْلُهُ لاَ يَجِدُونَ عَشَاءً وَكَانَ أَكْثَرُ خُبْزِهِمْ
خُبْزَ الشَّعِيرِ
Dahulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam melewati beberapa malam berturut-turut dengan keadaan perutnya
kosong, demikian juga keluarganya, mereka tidak mendapati makan malam.
Dan sesungguhnya kebanyakan rotinya mereka adalah roti gandum. [HR.
Tirmidzi, no. 2360; Ibnu Mâjah, no. 3347]
Selain kesabaran,
maka sikap yang tidak kalah penting adalah qanâ'ah. Yang dimaksud dengan
qanâ'ah adalah ridha terhadap pembagian Allah Azza wa Jalla . Karena
sesungguhnya hakekat kaya itu adalah kaya hati, bukan kaya harta. Dan
qanâ'ah merupakan jalan kebahagiaan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
Sesungguhnya telah beruntung orang yang telah masuk agama Islam, diberi
kecukupan rizqi, dan Allah menjadikannya qanâ'ah terhadap apa-apa yang
telah Dia berikan kepadanya.
Al-Munawi rahimahullah
menyebutkan : “Penyakit ini (yaitu tidak puas dengan apa yang telah
Allah Subhanahu wa Ta’ala karuniakan kepadanya, pent) banyak dijumpai
pada pemuja dunia. Hingga engkau temui salah seorang dari mereka
meremehkan rizki yang telah dikaruniakan untuknya ; merasa hartanya
sedikit, buruk, serta terpana dengan rizki orang lain dan menganggapnya
lebih bagus dan banyak. Oleh karena itu, ia akan senantiasa membanting
tulang untuk menambah hartanya , sampai umurnya habis, kekuatannya sirna
; dan ia pun menjadi tua renta (pikun) akibat dari ambisi yang
digapainya dan rasa letih. Dengan itu, ia telah menyiksa tubuhnya,
menghitamkan lembaran amalannya dengan berbagai dosa yang ia lakukan
demi mendapatkan harta kekayaan. Padahal, ia tidak akan memperoleh
selain apa yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala tentukan untuknya. Pada
akhir hayatnya, ia meninggal dunia dalam keadaan pailit. Dia tidak
mensyukuri yang telah ia peroleh, dan ia juga tidak berhasil menggapai
apa yang ia inginkan” [Faidhul Qadir, 2/236]
Saudaraku tahukah
anda bahwa pola pikir yang picik dan sudut pandang yang sempit tentang
arti nikmat semacam ini adalah biang derita anda selama ini. Tidur tidak
nyeyak, makan tidak enak, badan terasa sakit dan urusan seakan sempit.
Padahal sejatinya semua derita itu tidak seharusnya menimpa kehidupan
anda. Andai anda menyadari hakekat nikmat Allah. Semua ini terjadi
karena anda merasa jauh dari nikmatnya.
Di saat anda dihadapkan
pada hidangan nasi, tempe, sayuran dan segelas air putih, mungkin anda
merasa bersedih. Anda menduga bahwa anda baru mendapat nikmat yang luas
bila dapat menyantap hidangan berupa daging, dengan berbagai variasi
cara memasaknya, dan dilengkapi dengan berbagai menu lainnya. Akibatnya
anda tidak dapat merasakan betapa nikmatnya hidangan tempa dan sayuran
tersebut.
Derita anda semakin terasa lengkap karena betapa
banyak nikmat Allah yang anda anggap sebagai bencana, anda mengira bahwa
diri anda layak untuk menerima rezeki lebih banyak dibanding yang anda
terima saat ini.
Akibat dari pola pikir ini anda senantiasa
hanyut oleh badai ambisi, dan menderita karena senantiasa berjuang untuk
mewujudkan impian anda yang diluar kemampuan anda sendiri.
“Andai engkau telah memiliki dua lembah harta benda, niscaya anda
berambisi untuk mendapatkan yang ketiga. Dan tidaklah ada yang mampu
menghentikan ambisimu dari mengumpulkan harta kekayaan selain tanah
(kematian). Dan Allah menerima taubat orang yang kembali kepada-Nya
[Muttafaqun ‘alaih]
Ambisi mengeruk dunia ini menjadikan anda
semakin sengsara dan hidup terasa gersang. Kebahagian yang dahulu anda
juga tersimpan dibalik kekayaan semakin jauh dari genggaman anda. Bila
urusan akhirat didahulukan dengan amaliah terbaik dengan keikhlasan dan
kesabaran berprasangka terbaik juga kepada yang maha baik yaitu Allah
SWT, Insya Allah kemenangan dunia dan akhirat menjadi miliknya.
Rasulullah SAW Bersabda,“Barangsiapa yang urusan akhirat adalah pusat
perhatiannya, Allah letakkan kekayaannya dalam hatinya, urusannya
menjadi bersatu, dan rezeki dunia akan menjadi lapang. Sedangkan orang
yang pusat perhatiannya adalah urusan dunia, Allah letakkan
kemiskinannya ada di pelupuk matanya, urusannya tercerai berai dan
rezkinya menjadi sempit” [HR Tirmidzy dan lainnya]
RonnySpy
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.



0 komentar:
Posting Komentar